SMKN 5, Lestarikan Kriya Motif Lampung


KOMPAS.com – Beragam produk kreatif berbahan dasar kayu, tekstil, dan logam yang memasukkan motif-motif tradisional Lampung menjadi ciri kreativitas siswa SMKN 5 Bandar Lampung. Sekolah dengan program keahlian kriya ini menjadi andalan pemerintah daerah saat ada pameran produk kreatif yang menggali kearifan lokal daerah Lampung.

Kehadiran satu-satunya SMK berbasis keahlian kriya di Lampung ini mendorong lahirnya berbagai produk kreatif bermotif seni budaya Lampung yang selama ini hanya diaplikasikan pada kain. Para siswa program keahlian kriya kayu mengalihkan dan mengembangkan motif tradisional Lampung pada meja, kursi, tempat tidur, cermin, dan hiasan dinding berbahan kayu.

Tidak hanya itu, tetapi sisa- sisa kayu bekas juga disulap menjadi beragam kerajinan, seperti vas bunga, mangkok kecil, tempat tisu, dan suvenir lain dengan menambahkan motif Lampung atau ditempel kolase kulit telur ayam. Limbah, seperti sisa gulungan kain, gulungan benang, ataupun gulungan terpal, dijadikan barang-barang bernilai jual dengan sentuhan kreativitas.

Kreativitas dalam beragam kerajinan yang diajarkan kepada siswa ini mampu memberi inspirasi pada industri mebel dan desainer interior di kota dan kabupaten di Lampung. Apalagi, sekolah setiap tahun punya program tetap menggelar pameran karya siswa.

”Pameran rutin diadakan pada akhir tahun ajaran sebagai ajang sosialisasi dan promosi kepada masyarakat dan dunia usaha. Pada kesempatan ini, masyarakat bisa membeli karya- karya siswa dan dunia usaha mendapat masukan tentang kreativitas baru yang dikembangkan siswa,” kata Komar Ranudipura, Kepala SMKN 5 Bandar Lampung.

Salah satu kreasi kriya yang dikembangkan sekolah adalah beragam suvenir yang memanfaatkan tempurung buah bernuk (maja) yang sering dibuang. Di tangan siswa kriya kayu SMKN 5 Bandar Lampung, tempurung bernuk dibuat menjadi mangkuk, wadah permen, atau vas bunga dengan nilai jual Rp 50.000.

”Siswa kriya kayu sampai dijuluki anak rayap. Soalnya kayu bekas praktik pun tidak bersisa karena diolah lagi menjadi benda-benda bernilai jual,” kata M Nasir, Wakil Kepala SMKN 5 Bandar Lampung Bidang Sarana dan Prasarana.

Para siswa kriya kayu diajarkan berbagai teknik konstruksi, seperti membuat bentuk sambungan sudut yang baik. Siswa diajarkan teknik memanipulasi, misalnya menampilkan kayu berkesan tembaga. Dengan keahlian seperti ini, nilai jual karya siswa bertambah tinggi.

Prestasi siswa

Imam Effendi, siswa kelas XII program keahlian desain dan produk kriya kayu, mampu mengembangkan ukiran khas Lampung di atas kayu untuk menjadi hiasan dinding. Dia menggambarkan suasana dalam kapal menjadi ukiran yang indah di atas kayu.

Kreativitas Imam mengantarkan dia menjadi juara I Lomba Desain Lampung tingkat provinsi tahun lalu. Karya Imam juga dilirik pembeli dengan harga Rp 700.000. ”Saya senang menggambar. Ketika bisa menuangkan di kayu dengan menggambar motif Lampung, saya merasa tertantang,” ujarnya.

Selain itu, dalam beberapa kali lomba kompetensi siswa SMK tingkat nasional, siswa SMKN 5 Bandar Lampung juga mengharumkan nama sekolah dengan menjadi juara II tingkat nasional sebanyak tiga kali.

Dalam lomba tingkat Kota Bandar Lampung ataupun Provinsi Lampung, siswa konsisten meraih prestasi. Dalam lomba pembuatan suvenir gajah yang menjadi salah satu ciri khas Lampung, siswa meraih juara I hingga III.

Unjuk kreativitas motif Lampung mampu ditampilkan pada beragam produk tekstil. Para siswa di program keahlian desain dan produk kriya tekstil membuat batik motif Lampung.

Teknik pembuatan kain tradisional Lampung diaplikasikan memanfaatkan kain batik. Kain batik yang disulap menjadi kain tapis (kain sarung yang disulam dengan benang emas dan perak bermotifkan alam, flora, dan fauna) harganya bisa mencapai Rp 1,2 juta per lembar.

Para siswa juga menerapkan teknik sulam usus untuk kebaya yang menjadi ciri khas pakaian perempuan Lampung. Sulam usus juga diaplikasikan untuk produk lain, seperti taplak meja dan sarung bantal.

Para siswa memiliki kemampuan membatik, menenun, menyablon, dan menyulam. Karya siswa yang beragam yang menonjolkan ciri khas Lampung sering dipajang pada pameran dinas-dinas di kota/kabupaten hingga kecamatan.

Kriya logam juga menjadi program keahlian untuk produk-produk kreatif berbahan dasar logam. Kemampuan siswa dimanfaatkan dalam pembuatan kalung guru besar sejumlah perguruan tinggi di Lampung. Demikian juga pembuatan pin tanda jabatan untuk lurah dan camat se-Bandar Lampung.

Para siswa dikenalkan dengan pemanfaatan komputer dan internet. Hal ini membantu pembuatan dan pengembangan desain hingga promosi dan pemasaran secara online.

Sempat menurun

SMK dengan program keahlian kriya ini bernasib sama seperti SMK pertanian ataupun kelautan/pelayaran. Minat anak- anak muda sempat menurun karena kalah bergengsi dibandingkan dengan jurusan otomotif, perhotelan, ataupun teknologi komunikasi dan informatika.

Padahal, dunia industri kreatif yang mulai menggeliat membutuhkan orang-orang kreatif yang mampu menciptakan produk berbeda. Apalagi, potensi seni budaya Indonesia luar biasa dan dikagumi bangsa lain. Hal ini perlu digali dan dikembangkan sehingga mampu menyejahterakan warga.

Komar mengatakan, sekolah kriya yang merupakan bagian dari 67 SMK sejenis di Indonesia ini, jumlah siswanya terus turun hingga tahun 2004. ”Padahal, industri kreatif punya daya tahan. Sayang jika sekolah kriya ditutup. Masyarakat minim informasi soal potensi kriya,” kata Komar.

Sebagai strategi menarik minat, SMKN 5 Bandar Lampung membuka program keahlian yang diminati masyarakat, yakni otomotif (teknik dan rekayasa) serta teknik komputer dan informatika (multimedia dan animasi). Pendaftar pun mulai berdatangan untuk melirik SMKN 5 Bandar Lampung yang sempat kekurangan siswa itu.

”Ketika lulusan SMP mulai berminat mendaftar, peluang ini kami pakai untuk perlahan-lahan memperkenalkan program keahlian siswa. Kami menjelaskan potensi keahlian kriya kepada para orangtua. Bidang ini mampu membuat anak mandiri dan dicari perusahaan,” kata Komar.

Program keahlian kriya yang tadinya hanya membuka satu kelas, bahkan ada yang hanya memiliki 27 siswa, perlahan-lahan jumlah siswanya meningkat. Program keahlian kriya kayu, tekstil, dan logam saat ini sudah membuka dua kelas untuk kelas X.

Menurut Komar, dukungan pemerintah untuk sekolah keahlian kriya dibutuhkan. Komitmen pemerintah memajukan dunia pariwisata bisa menjadi salah satu cara mendongkrak perkembangan produk-produk kreatif.

”Pemberian beasiswa bagi siswa di sekolah kriya, pertanian, dan kelautan yang pernah dilaksanakan semestinya dilanjutkan. Kebijakan ini bisa mendorong minat siswa mempelajari program keahlian yang mulai ditinggalkan, tetapi dibutuhkan untuk keunggulan Indonesia di masa depan,” kata Komar.

Tinggalkan komentar